Agustus..
Di suatu minggu pagi yang cerah, Aku bergegas menuju suatu tempat yang sangat penting demi kelansungan hidup orang banyak. Pergi ke suatu tempat dimana banyak sekali barang ajaib yang akan kau temukan di sana. Suatu tempat itu bernama toko klontong. Aku bermaksud melepas hasrat terbesarku yang selama ini tak kunjung aku laksanakan, yaitu membeli sebuah sandal. Aku menginginkannya sebelah, tetapi pemilik toko memaksaku untuk membeli sepasang. Aku menyetujuinya dan memberikan alat pembayaran yang sah sebesar Rp. 9500 untuk sepasang sandal berukuran 10.
Sandal itu berwarna hijau. Kalian tau ngga kenapa saya memilih warna hijau? Alasannya simpel, itu warna kebanggan My Fospast. Padahal ada warna biru yang akan membuat kos saya semakin matching dengan warna tembok dan beberapa perangkat yang sengaja kupilih yang berwarna biru. Tapi belakangan saya mengerti, Tuhan telah menakdirkannya. Ember biru yang kuinginkan tidak tersedia, hanya warna hijaulah yang ada. Ada relevansi antara ember dengan sandal baruku. Menarik sekali.
Mengenai mereknya. Merek sandal itu sangat asing sekali ditelingaku, yang notabenenya sandal merek SkyWay yang paling terpopuler di Lombok. Tetapi orang Jawa mungkin sudah sangat akrab dengan merek ini. Merek dengan nama binatang yang bisa terbang, Swallow. Merek suatu agar-agar juga itu perasaan..
Ia (sandal-red) menemaniku kemanapun aku pergi. Mengisi perut, ke kamar mandi, ke Masjid dan lain sebagainya. Apa jadinya aku tanpanya. Aku menyayanginya seperti alas kaki ku sendiri. :')
Maret..
Tapi suatu hal yang tak ku inginkan terjadi. Suatu hari bersama teman kos ku pergi ke Masjid untuk melaksanakan Sholat Ashar kalo ngga salah, sandal yang menopang hidupku putus. Aku menyadari kesalahan yang ku perbuat. Sebabnya tidak lain yaitu kaki basah ku bersentuhan dengan tubuh putih hijaunya, lalu dengan seenaknya berlari mengejar teman itu. dan.. PUTUS. Akhirnya aku pun pergi ke Masjid dengan satu kaki memakai sandal dan sisanya tangan yang memakainya.
Pulang dengan "nyeker" adalah pengalaman pertama kali di tanah orang, bukan malu sih lebih ke "tidak sopan" nya mungkin. Sesampai di kamar kos, Aku hanya bisa memandangi dan membayangi sepasang "kekasih" yang salah satu pasangannya tergeletak hancur tak berdaya. Aku tak bisa diam saja menikmati drama sakit ini, Aku harus cari cara. Aku pun mencari seantero kamar biruku berharap menemukan suatu yang bisa digunakan untuk menyambung hidup sandal pun termasuk hidupku juga. Paku? teralu besar untuk disematkan. Jarum? Iya, hanya jarum yang bisa. Aku tak punya jarum sehelai pun, yang ada hanya peniti mungil yang tengah tertancap di ID card OPSPEK dulu. Aku mengambilnya secara paksa dan menyematkannya di tali sandal yang putus itu. Nah, sekarang mereka sudah merasa agak baikan dan menjadi sepasang "kekasih" yang akan membantu ku meniti kehidupan yang curam ini.
Haripun kulalui seperti biasanya menggunakan benda tersebut, hampir satu bulan lamanya ia bertahan dengan peniti yang tertancap lemah di talinya. Suatu hari di tempat biasanya ku beribadah, sandal itu lenyap tak berbekas. Aku sedih, bagaimana bisa ada yang tega merebut pijakan kakiku itu pun ia dalam kondisi yang tidak fit. Aku menunggu hingga seluruh jamaah di masjid itu keluar semua, yang tersisa hanyalah sandal yang berwarna biru yang tak ku inginkan keberadaannya. Terpaksa aku membawanya pulang, meski risih yang kurasa. Sok nyaman dengan keadaan, ini benar-benar status palsu aku dengannya.
Ah pikirku mungkin nanti jika Aku kesini sorenya, si hijau itu ada yang membawanya. Tapi sayang, itu hanya anganku belaka.
To Be Continued..
Pulang dengan "nyeker" adalah pengalaman pertama kali di tanah orang, bukan malu sih lebih ke "tidak sopan" nya mungkin. Sesampai di kamar kos, Aku hanya bisa memandangi dan membayangi sepasang "kekasih" yang salah satu pasangannya tergeletak hancur tak berdaya. Aku tak bisa diam saja menikmati drama sakit ini, Aku harus cari cara. Aku pun mencari seantero kamar biruku berharap menemukan suatu yang bisa digunakan untuk menyambung hidup sandal pun termasuk hidupku juga. Paku? teralu besar untuk disematkan. Jarum? Iya, hanya jarum yang bisa. Aku tak punya jarum sehelai pun, yang ada hanya peniti mungil yang tengah tertancap di ID card OPSPEK dulu. Aku mengambilnya secara paksa dan menyematkannya di tali sandal yang putus itu. Nah, sekarang mereka sudah merasa agak baikan dan menjadi sepasang "kekasih" yang akan membantu ku meniti kehidupan yang curam ini.
Haripun kulalui seperti biasanya menggunakan benda tersebut, hampir satu bulan lamanya ia bertahan dengan peniti yang tertancap lemah di talinya. Suatu hari di tempat biasanya ku beribadah, sandal itu lenyap tak berbekas. Aku sedih, bagaimana bisa ada yang tega merebut pijakan kakiku itu pun ia dalam kondisi yang tidak fit. Aku menunggu hingga seluruh jamaah di masjid itu keluar semua, yang tersisa hanyalah sandal yang berwarna biru yang tak ku inginkan keberadaannya. Terpaksa aku membawanya pulang, meski risih yang kurasa. Sok nyaman dengan keadaan, ini benar-benar status palsu aku dengannya.
Ah pikirku mungkin nanti jika Aku kesini sorenya, si hijau itu ada yang membawanya. Tapi sayang, itu hanya anganku belaka.
To Be Continued..
1 comments:
Lucu ya? o.O
ReplyPost a Comment
│╔╦╗╦╔╗│
Silahkan berkomentar dengan sopan dan membangun..
Terima Kasih telah berkunjung di MASIH TIDAK NYATA
salam Blogger!! ☺